Riset Lsm Dinilai Ganggu Investasi Sawit Di Sektor Bisnis

- November 02, 2017

Riset Lsm Dinilai Ganggu Investasi Sawit Di Sektor Bisnis

 
JAKARTA - Kementerian Pertanian, asosiasi industri, serta anggota DPR mempertanyakan maraknya riset dari lembaga swadaya warga atau juga bisa dikatakan masyarakat (LSM) yng mengaitkan penguasaan lahan perkebunan kelapa sawit yang dengannya pelanggaran hak asasi kita-kita (HAM) berupa perampasan lahan, perusakan lingkungan, dan konflik sosial.
Riset yng mengarah pada kampanye negatif itu terbukti mengganggu perkembangan budi daya sawit serta merusak iklim investasi di negeri ini. Sekjen Kementerian Pertanian (Kementan) Hari Priyono menegaskan, perkebunan kelapa sawit masih tidak sedikit dimiliki oleh para petani. Dia pun menepis tudingan yng menyebutkan perkebunan sawit dikuasai oleh perusahaan-perusahaan besar.
”Kelapa sawit mempunyai peran besar bagi ekonomi Indonesia, tatkala ini luas lahan kelapa sawit 10,5 juta hektare (ha), 4,4 juta ha dimiliki oleh petani. Yang dengannya data itu, tak benar kalau perkebunan kelapa sawit dikuasai perusahaan besar,” kata Hari. Data Kementan yang telah di sebutkan pula mematahkan riset yng di lakukan LSM yng menyebutkan 25 grup usaha milik taipan di Indonesia mempunyai kendali atas 5,1 juta ha kebun sawit di Tanah Air.
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono mengujarkan, masalah penguasaan lahan tak percis sekali berhubungan yang dengannya masalah HAM, melainkan prosedur hukum. Perusahaan yng mempunyai lahan telah mempunyai peraturan tersendiri.
”Tak ada hubungannya yang dengannya HAM lantaran peraturan kepemilikan lahan telah terang. Disaat ada yng keberatan, perusahaan pun mempunyai prosedur sendiri bagi atau bisa juga dikatakan untuk menyelesaikan masalah itu misalnya yang dengannya dialog serta negosiasi bagi atau bisa juga dikatakan untuk kompensasi,” ucapnya.
Dia mengujarkan, struktur kepemilikan lahan sekitar 42% dimiliki oleh petani, sedangkan 58% itu dimiliki perusahaan negara (PTPN) ataupun swasta. Joko mengungkapkan, perusahaan besar kelapa sawit dibutuhkan lantaran mempunyai sumber daya, teknologi, serta modal yng kuat.
Pendapat dari Joko, riset yng di lakukan seharusnya pula di lakukan secara menyeluruh serta melibatkan seluruh pemangku kepentingan menjadikan tidak melihat dari satu sisi tertentu saja. Terkait yang dengannya lahan, jalan yng mampu di tempuh yang terakhir merupakan melalui jalur hukum. ”Prosedurnya merupakan dialog bilateral bagi atau bisa juga dikatakan untuk negosiasi. Andai tidak sukses, di lakukan mediasi oleh pemerintah,” ujarnya.
”Akan tetapi, andai ini gagal, yng mampu di tempuh merupakan melalui jalur hukum.” Dia menuturkan, ekspansi perusahaan sawit berkaitan yang dengannya penggunaan minyak nabati bagi atau bisa juga dikatakan untuk kebutuhan pangan. Permasalahannya, ekspansi bagi atau bisa juga dikatakan untuk menaikan produksi selalu diserang yang dengannya banyak sekali kampanye negatif, salah satunya riset oleh pihak tertentu yang dengannya mengatasnamakan kerusakan lingkungan, perubahan iklim, sampai-sampai masalah HAM.
”Padahal substansinya merupakan kompetisi pasar minyak nabati global,” kata kandidat kuat ketua umum Gapki ini. Achmad Manggabarani, ketua Forum Pengembangan Perkebunan Strategis Berkelanjutan (FP2SB), menilai maraknya riset yng di lakukan oleh LSM memanglah cenderung mendiskreditkan industri kelapa sawit di Indonesia serta bisa dikategorikan kampanye negatif.
”Lantaran itu, kita Perlu mempertanyakan riset yang telah di sebutkan, apa maksud serta tujuannya, bagaimana metodenya,” ungkapnya. Pendapat dari dia, telah semestinya seluruh stakeholders tunduk kepada data pemerintah yng bertugas mengatur perkembangan industri. Itu butuh mengingat industri kelapa sawit memberikan kontribusi yng besar bagi devisa negara, tenaga kerja, serta pemerataan pembangunan di daerah.
”Jangan hingga riset yng belum valid itu malah dijadikan patokan, padahal pemerintah menjadi otoritas yng berwenang mempunyai data yng berbeda,” kata Manggabarani yng pula mantan Dirjen Perkebunan ini. Firman Subagyo, anggota Komisi IV DPR, pula menilai telah cukup lama komoditas sawit di Indonesia menghadapi gencarnya kampanye hitam dari banyak sekali penjuru, lebih-lebih LSM.
”Kita mestinya jangan langsung meyakini yang dengannya riset LSM yang telah di sebutkan, Perlu dicek lagi bagaimana metodenya, apa saja samplingnya,” ucapnya. Andai riset itu berbeda yang dengannya data pemerintah, stakeholders mampu melayangkan protes terhadap riset yang telah di sebutkan. ”Apa maksud serta tujuan dilakukannya riset itu, butuh didalami menjadikan tak kontraproduktif,” ujarnya.
Tungkot Sipayung, direktur eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), menambahkan dari total luas kebun sawit di Indonesia, petani menguasai 46% lahan kebun sawit, ditambah BUMN 10%, serta swasta 44%. Dari jumlah itu, swasta terbagi dua, asing 30% serta sisanya lokal. Ke depan, kata Tungkot, diproyeksikan penguasaan lahan sawit oleh petani akan meningkat menjadi 51% pada 2020 seiring peningkatan kesejahteraan serta program kemitraan korporasi yang dengannya petani plasma.
Sudarsono

Sumber rujukan dan gambar : http://informasi-kelapasawit.blogspot.com/2015/02/riset-lsm-dinilai-ganggu-investasi-sawit.html.

Seputar Riset Lsm Dinilai Ganggu Investasi Sawit Di Sektor Bisnis

Advertisement
 

Cari Artikel Selain Riset Lsm Dinilai Ganggu Investasi Sawit Di Sektor Bisnis