Sertifikasi Kelapa Sawit | Informasi Kelapa Sawit

- Oktober 14, 2017

Sertifikasi Kelapa Sawit | Informasi Kelapa Sawit

 
Minyak sawit Indonesia sedang menjadi sorotan dunia. Bukan cuma lantaran Indonesia tatkala ini adalah negara pengekspor terbesar, akan tetapi pula lantaran tantangan yng dihadapi Indonesia dalam mewujudkan minyak sawit yng diperoleh melalui pengelolaan yng lestari.
Isu kelestarian bukanlah hal yng gampang disepakati seluruh pihak, begitu pun mengenai tatacara pembuktiannya. Akan tetapi, seluruh pihak akan bersepakat bahwasanya pilar utama yng menyokong kelestarian merupakan adanya keseimbangan antara kepentingan ekonomi, sosial serta lingkungan.
WWF-Indonesia menjadi organisasi lingkungan yng sudah berkiprah selama 50 tahun di Indonesia, mempunyai tanggung jawab menjadi bagian komponen bangsa bagi atau bisa juga dikatakan untuk membantu terwujudnya pembangunan berkelanjutan yng memiliki kandungan tiga pilar yang telah di sebutkan. Satu dari sekian banyaknya misi WWF di Indonesia merupakan mempromosikan pelestarian bagi kesejahteraan warga atau juga bisa dikatakan masyarakat, melalui pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan. WWF memandang bahwasanya warga atau juga bisa dikatakan masyarakat semestinya menjadi penerima manfaat (beneficiary) utama dari pemanfaatan sumber daya alam Indonesia. Manfaat yang telah di sebutkan tentu saja tak cuma berupa manfaat yng kasat mata ataupun tangible, akan tetapi pula manfaat lain dalam bentuk produk serta jasa lingkungan bagi warga atau juga bisa dikatakan masyarakat yng tidak terhitung harganya. Hal ini menjadi landasan pemikiran bagi WWF-Indonesia dalam mendorong praktik minyak sawit berkelanjutan.
Tantangan industri kelapa sawit vis-a-vis deforestasi
Pengembangan perkebunan sawit pada lahan-lahan yng sudah terdegradasi adalah tantangan tersendiri bagi industri sawit Indonesia. Pengembangan sawit semestinya tak di lakukan pada daerah hutan yang dengannya nilai konservasi tinggi --seperti pada lahan gambut, hutan primer serta daerah yang dengannya populasi satwa-satwa langka yng dilindungi, melainkan cuma pada lahan-lahan yng secara ekologi sudah terdegradasi.
Kegagalan dalam menerapkan prinsip yang telah di sebutkan kerap memicu industri sawit dituding menjadi penyebab timbulnya deforestasi serta kerusakan keanekaragaman hayati. Hal ini juga yng kadang menjadi sumber “ketegangan” antara tidak sedikit pihak. Tidak jarang organisasi lingkungan pun dituding menyebarkan kampanye hitam demi menguntungkan kepentingan asing.
WWF-Indonesia meyakini bahwasanya pembangunan ekonomi selalu bisa berjalan seiring yang dengannya prinsip-prinsip keberlanjutan baik lingkungan ataupun sosial. WWF meminta kepada pelaku bisnis supaya pengembangan kelapa sawit cuma di lakukan pada lahan-lahan yng terlantar ataupun terdegradasi, serta bukan yang dengannya mengorbankan hutan alam ataupun lahan gambut menjadikan memicu hilangnya keanekaragaman hayati serta daya dukung ke hidup-an. Yang dengannya mengakomodir aspek-aspek lingkungan serta sosial, salah satunya pengambilan keputusan yng melibatkan warga atau juga bisa dikatakan masyarakat lokal serta penduduk asli, WWF meyakini bahwasanya pelaku bisnis tetap bisa memenuhi target produksi melalui optimalisasi produktivitas lahan. Standardisasi Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) mencakup persyaratan pelindungan area berharga konservasi tinggi (High Conservation Value/HCV) adalah indikator kunci diterapkannya prinsip keberlanjutan pada industri minyak sawit. RSPO dibangun yang dengannya pemahaman bersama dari para pihak yng terkait dalam rantai pasok minyak sawit. Mekanismenya dibangun serta dijalankan melalui konsensus para pihak dalam menentukan standard-standard yng akan diterapkan pada system sertifikasi.
WWF-Indonesia menyambut baik kebijakan pemerintah yng sudah menetapkan ISPO pada 2011 menjadi mekanisme wajib bagi pelaku bisnis bagi atau bisa juga dikatakan untuk pembangunan perkebunan sawit berkelanjutan. Hal ini menunjukan bahwasanya pemerintah mempunyai komitmen kuat terhadap industri sawit yng lestari. Diterapkannya ISPO menjadi peraturan wajib dari pemerintah pula adalah indikasi pengaruh positif yng dibawa RSPO sejak aktif berdirinya asosiasi non-profit serta sukarela yang telah di sebutkan pada 2004.
Yang dengannya mengaplikasikan RSPO serta ISPO, harapannya kedua skema yang telah di sebutkan bisa mendukung komitmen Pemerintah khususnya komitmen Pemerintah RI bagi atau bisa juga dikatakan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26% yang dengannya bisnis sendiri serta 41% yang dengannya bantuan internasional pada 2020 dari kondisi tanpa adanya rencana aksi (bussines as usual/BAU).
Presiden SBY dalam pidatonya, semisal yng bersumber serta disampaikan kembali oleh Ketua Umum GAPKI Joefly J. Bahroeny pada perayaan "Semarak 100 Tahun Industri Kelapa Sawit Indonesia" di Medan 29 Maret 2011, meminta supaya Indonesia benar-benar berkomitmen dalam menerapkan prinsip green development (sustainability) dalam operasional perusahaan. Presiden malah menyatakan siap berdiri paling depan serta pasang badan dalam membela kepentingan industri nasional salah satunya industri kelapa sawit, lebih-lebih atas aneka macam tuduhan yng tak benar dari dunia internasional. Akan tetapi demikian, Presiden mengharapkan supaya para pelaku bisnis benar-benar mematuhi aneka macam ketentuan serta aturan pemerintah yng berlaku. System RSPO serta ISPO yng menitikberatkan kepada operasional pelaku bisnis sawit memiliki peranan penting terhadap tercapainya imbauan ini. Keduanya sama-sama dimaksudkan bagi atau bisa juga dikatakan untuk menunjukan kepada dunia bahwasanya minyak sawit diproduksi yang dengannya menerapkan prinsip sustainability yng memperhatikan faktor lingkungan, sosial, serta ekonomi.
Pasar Sawit yng Lestari

Pasar Indonesia telah bergerak maju menuju prinsip kelestarian. Data tahun 2013 menunjukan bahwasanya produser sawit Indonesia tatkala ini mendominasi suplai kelapa sawit yng bersertifikasi ramah lingkungan RSPO ataupun RSPO Certified Sustainable Palm Oil (CSPO) di pasar global. Persentasi suplai CSPO dari Indonesia yaitu 50% dari CSPO global merupakan dari Indonesia telah melebihi negara tetangga Malaysia serta jumlahnya mencapai hampir 1/2 dari total suplai di pasar global. Andai pemerintah serta produsen Indonesia melihat kondisi ini menjadi sebuah kesempatan bagi atau bisa juga dikatakan untuk menaikan daya saing minyak sawit Indonesia di pasar global, maka Indonesia butuh lebih serius melindungi konsistensi serta kredibilitas yng telah terbangun.
Kerja percis serta sinergi para pihak salah satunya pemegang kebijakan, pengusaha, LSM, petani, dan warga atau juga bisa dikatakan masyarakat Amat diharapkan demi keberlanjutan masa depan sawit serta perekonomian Indonesia. Semangat nasionalisme ini tak cuma berguna menjunjung tinggi kemerdekaan serta kedaulatan bangsa, akan tetapi pula pengertiannya mempertimbangkan keberlanjutan ke hidup-an di Bumi demi masa depan anak cucu serta negara yng kita cintai.
Peran Petani Swadaya Dalam Transformasi Pasar
Kelapa sawit adalah komoditi secara umum dikuasai di dalam sektor perkebunan di Indonesia, yang dengannya luasan 9,27 juta hektar serta produksi mencapai 23,633 juta ton per tahun. Sekitar 45% nya adalah perkebunan kelapa sawit rakyat (Kementan, 2010). Didasari data, di Provinsi Riau dari total luasan 2.1 juta hektar perkebunan kelapa sawit; 1,1 juta hektar dimiliki oleh petani, serta sebesar 76% dari luasan yang telah di sebutkan dimiliki oleh petani kelapa sawit swadaya (Disbun Riau, 2011). Figur ini menggambarkan bahwasanya petani memiliki potensi ekonomi yng tinggi. Akan tetapi, pada kenyataannya tak demikian. Luasnya lahan sawit yng dikelola oleh petani swadaya belum menghasilkan hasil produksi yng baik serta maksimal, menjadikan petani memiliki tendensi bagi atau bisa juga dikatakan untuk memperluas lahan kebunnya.
Kondisi di lapangan menunjukan, daerah hutan baik lindung ataupun produksi masih menjadi sasaran perluasan kebun sawit petani swadaya. Di antaranya fakta yng berlangsung di Taman Nasional (TN) Tesso Nilo, Riau. Dari total luas daerah TN 83 ribu hektar, sekitar 30 ribu hektar sudah dirambah bagi atau bisa juga dikatakan untuk perkebunan sawit (WWF-Indonesia, 2010). Padahal, aturan perundang-undangan melarang adanya kegiatan perkebunan di daerah taman nasional. Hal pendorong ini pun dipicu oleh minimnya pengetahuan petani perihal praktik kebun yng lestari.
Satu dari sekian banyaknya upaya yng di lakukan WWF-Indonesia bagi atau bisa juga dikatakan untuk mengatasi permasalahan yang telah di sebutkan, WWF melakukan pendampingan kepada 349 petani swadaya di sekeliling daerah TN bagi atau bisa juga dikatakan untuk memperoleh sertifikasi RSPO. Upaya ini mendorong optimaliasi baik dari sisi produksi, pengelelolaan lingkungan, serta manajemen operasional petani swadaya, dan kelangsungan ekonomi.
Yang dengannya memperkenalkan praktik pembangunan kelapa sawit berkelanjutan maka kekhawatiran akan hilangnya daerah hutan yng tersisa bisa ditekan. Melalui sertifikasi, penerapan pembangunan perkebunan kelapa sawit lestari yng memenuhi kriteria lingkungan, sosial serta ekonomi, diharapkan menjadi sebuah keniscayaan. Irwan Gunawan (Deputy Director Market Transformation) WWF-Indonesia


Sumber rujukan dan gambar : http://informasi-kelapasawit.blogspot.com/2013/04/sertifikasi-kelapa-sawit.html.

Seputar Sertifikasi Kelapa Sawit | Informasi Kelapa Sawit

Advertisement
 

Cari Artikel Selain Sertifikasi Kelapa Sawit | Informasi Kelapa Sawit