Permasalahan Industri Yang Sering Muncul Di Kelapa Sawit

- Oktober 04, 2017

Permasalahan Industri Yang Sering Muncul Di Kelapa Sawit

 
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menilai, tahun 2012 menjadi tahun yng suram bagi industri kelapa sawit Indonesia. Kondisi itu dinilai berlangsung lantaran faktor eksternal, yaitu perekonomian global yng terpuruk.
Selain faktor eksternal, ada beberapa faktor internal yng memberi pengaruh kinerja usaha kelapa sawit di 2012. Faktor internal itu dinilai ikut memperburuk kinerja usaha industri kelapa sawit di tahun 2012.
“Ada beberapa hal yang perlu di garisbawahi dan menjadi masalah industri sawit nasional di tahun 2012.” ujar Joko Supriyono, Sekretaris Jenderal GAPKI tatkala jumpa pers awal tahun di kantornya, Jakarta, Selasa (8/1).
Berikut tiga masalah yng dihadapi industri kelapa sawit tahun 2012 yng dikeluhkan Gapki yang telah di sebutkan:
Soal kepastian hukum
Joko mengujarkan, lahan kelapa sawit di sepanjang tahun 2012 cuma bertambah seluas 200.000 hektare (ha). “Ini kecil karena biasanya tambahan lahan mencapai 600.000 ha per tahun,” ujarnya. Pendapat dari Joko soal lahan kelapa sawit erat kaitannya yang dengannya kepastian hukum serta tata ruang.
“Soal kepastian hukum ini masalah dari tahun ke tahun. Tidak ada perubahan yang signifikan,” kata Joko. Joko pula bercerita, masalah lain-lainnya yng terkait lahan merupakan, adanya kebun sawit yng telah produksi puluhan tahun, akan tetapi kini dianggap berdiri di lahan tempat hutan.
Soal moratorium izin baru hutan
Masalah kedua yng dihadapi pebisnis kelapa sawit merupakan, ditetapkan kebijakan moratorium izin baru pada hutan alam primer serta lahan gambut. Kebijakan ini, membuat ekspansi perkebunan kelapa sawit Indonesia melambat sampai-sampai 50%.
Joko menilai, moratorium hutan melahirkan potential loss (potensi yng hilang) yng seharusnya bisa digarap menjadi lahan kelapa sawit. “Terhambat ekspansi sawit ini juga menghambat pembangunan kebun plasma. Dimana ada 30.000 petani yang terkait kebun plasma,” terang Joko.
Infrastruktur yng minim
Joko menyebutkan, dirinya merasakan kemajuan infrastruktur di Indonesia walau pemerintah telah menetapkan proyek MP3EI (Masterplan Percepatan serta Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia).
Pendapat dari Joko, kondisi infrastruktur semisal pelabuhan tatkala ini masih jauh dari harapan orang-orang. Minimnya infrastruktur itu memberi pengaruh pada biaya produksi yng makin tidak murah. Pelabuhan yng menjadi kritikan pengusaha kelapa sawit itu merupakan, pelabuhan yng berada di Sumatera serta Kalimantan. “Pelabuhan itu yang menyebabkan tingginya biaya transportasi untuk angkut CPO,” ujar Joko. (kontan.co.id)
Pemerintah berjanji akan membahas enam poin masalah yng berkaitan yang dengannya industri sawit nasional didasari masukan dari pengusaha. Menteri Pertanian Suswono mengujarkan, masukan yang telah di sebutkan akan ditindaklanjuti pemerintah bersama lintas instansi kementerian.”Lantaran kewenangan kami pula dibatasi, paling tak masalah ini akan kami rapatkan bersama Menko Perekonomian Hatta Rajasa,” kata Suswono tatkala menghadiri acara Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) and 2013 Price Outlook yng diselenggarakan oleh Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) di Nusa Dua, Bali,kemarin.
Sedikitnya ada enam masalah utama dalam industri sawit dalam negeri yaitu terkait kepastian hukum, tata ruang,tumpang tindih regulasi lahan, bea keluar sawit yng tinggi, serta pembatasan kepemilikan hutan. Masalah lain merupakan perlunya perhatian lebih-lebih kampanye positif terhadap kelapa sawit dalam melindungi keberlangsungan industri ini di dalam negeri. Suswono pula berharap pengusaha sawit memperhatikan kebutuhan pangan yang dengannya menyisihkan sebagian lahan bagi atau bisa juga dikatakan untuk ditanami tanaman pokok.
Dia beralasan kebutuhan pangan pokok akan terus meningkat dari tahun ke tahun.” Prediksi kita,20 tahun ke depan harga pangan akan terus meningkat lantaran keterbatasan lahan. Saya berharap, yang dengannya kepemilikan lahan sawit yng luas,pengusaha pula mampu memberikan andil mau menyediakan lahan bagi atau bisa juga dikatakan untuk digarap warga atau juga bisa dikatakan masyarakat kecil,” harapnya.
Tatkala ini ketersediaan lahan pelaku bisnis sawit mencapai 8,9 juta hektare yang dengannya kemampuan produksi tahun lantas sebesar 22,5 juta ton. Ketua Umum Gapki Joefly J Bahroeny mengungkapkan, perhatian pemerintah dibutuhkan lantaran kondisi sawit dalam negeri makin merosot malah kalah dibandingkan Malaysia. ”Momen ini Amat penting bagi atau bisa juga dikatakan untuk mencari jalan keluar bagi industri sawit nasional.
Kita berharap, ada kebijakan yng berpihak kepada dunia sawit lantaran sumbangsihnya cukup luar biasa memajukan perekonomian,” kata dia tatkala memberikan sambutan di depan peserta IPOC. Terkait moratorium pembatasan lahan perkebunan, Gapki menginginkan kebijakan yang telah di sebutkan dicabut lantaran akan menghambat ekspansi kelapa sawit di sedang meningkatnya permintaan.
Masalah infrastruktur pula butuh menjadi perhatian lantaran selama ini 60% CPO (crude palm oil) bagi atau bisa juga dikatakan untuk tujuan ekspor cuma melalui empat pelabuhan lama. Sedangkan mengenai bea keluar, pemerintah akan menyiapkan kebijakan khusus menjadi antisipasi pemangkasan pajak ekspor CPO yng di lakukan oleh Pemerintah Malaysia. Suswono menegaskan, kebijakan itu secepat barangkali akan diumumkan demi merespons penerapan pemangkasan pajak ekspor CPO Malaysia yng berlaku mulai Januari 2013 sekalian mengimbangi harga CPO yng turun.
Revisi pajak ekspor CPO yng diberlakukan Malaysia mulai 2013 yang telah di sebutkan berpotensi mengancam daya saing produk Indonesia.Kebijakan itu pula dikhawatirkan menggerus satu dari sekian banyaknya pasar konsumen utama CPO Indonesia yaitu India. Malaysia akan menerapkan pajak ekspor progresif sebesar 4,5%.Selama ini Malaysia memberlakukan bea keluar serta pajak ekspor sebesar 23% flat.
Soroti Dua Hal
IPOC and 2013 Price Outlook adalah ajang bagi para pelaku usaha serta pemangku kepentingan (stakeholders), pemilik, CEO serta eksekutif, dan para pengambil kebijakan baik di tingkat nasional ataupun internasional. Tujuan kegiatan ini merupakan menjadi forum bagi atau bisa juga dikatakan untuk bersama-sama membahas isuisu strategis di seputar industri kelapa sawit.
IPOC ke-8 ini mengambil tema Palm Oil: Sustaining Growth, Expanding Trade. Konferensi ini akan menyoroti dua hal penting, yaitu soal pertumbuhan populasi serta permintaan energi pada 2025 dan pertumbuhan yng berkelanjutan produksi minyak kelapa sawit. Ekonom agrobisnis dari Amerika Serikat, Donald J Mitchell,memperkirakan permintaan terhadap minyak sawit industri akan meningkat.
“Ini disebabkan akan banyak kota kecil yang tumbuh menjadi besar, di mana masyarakatnya tentu membutuhkan konsumsi,”kata dia. Menurutnya,bagi atau bisa juga dikatakan untuk kasus di Indonesia, terdapat dua hal yng Perlu dicermati yaitu minyak sawit masih akan meningkat didasari tingkat konsumsi seiring bertambahnya jumlah populasi.


Sumber rujukan dan gambar : http://informasi-kelapasawit.blogspot.com/2013/03/permasalahan-industri-kelapa-sawit-di.html.

Seputar Permasalahan Industri Yang Sering Muncul Di Kelapa Sawit

Advertisement
 

Cari Artikel Selain Permasalahan Industri Yang Sering Muncul Di Kelapa Sawit