Pantaskah Kelapa Sawit Disebut Primadona

- Oktober 27, 2017

Pantaskah Kelapa Sawit Disebut Primadona

 
Kelapa sawit, sejatinya bukan tanaman asli Indonesia. Berawal dari 4 biji kelapa sawit, yng sebetulnya aslinya dari Afrika yang telah di sebutkan dibawa orang Belanda ke Indonesia serta ditanam di Kebun Raya Bogor pada tahun 1848. Lantaran tanaman yang telah di sebutkan tumbuh subur serta seusai dicoba di beberapa daerah mampu tumbuh yang dengannya baik maka sejak 1910 kelapa sawit dibudi dayakan secara komersial serta meluas di Sumatra.
Merupakan suatu berkah dari Tuhan YME bahwasanya diluar dugaan kelapa sawit cuma hidup di daerah tropis sepanjang garis khatulistiwa yng mempunyai curah hujan melimpah serta beberapa syarat agroklimat tertentu lain-lainnya. Serta yng memenuhi syarat yang telah di sebutkan merupakan Indonesia serta Malaysia, sebagian kecil Afrika serta sebagian kecil lagi Amerika Sedang serta Latin. Sungguh suatu anugerah Tuhan kepada Negara serta bangsa Indonesia.
Sampai-sampai tahun 1980-an, luas pertanaman kelapa sawit Indonesia baru sekitar 200.000 an ha serta kebanykan merupakan tanaman warisan Pemerintah colonial Belanda. Berkat adanya program kredit (PBSN 1 serta 2) dan mulai diperkenalkannya kebun sawit pola PIR-Trans (Perkebunan Inti Rakyat- Transmigrasi) pengembangan kelapa sawit Amat pesat, serta sampai-sampai tahun 2009 luas perkebunan kelapa sawit Indonesia sudah mencapai 7,2 juta ha, ataupun pertumbuhan double per tahunnya selama 30 tahun. Kebun rakyat, baik pola PIR ataupun swadaya meliputi jumlah 40 %.
Industri Kelapa sawit mempekerjakan tidak lebih lebih 2,8 juta orang on farm (langsung), 1,6 juta di antaranya merupakan petani pekebun kecil. Pengertiannya, paling tak ada 4,8 juta orang yng menjadikan kebun kelapa sawit menjadi tempat menggantungkan hidup. Sementara, 1,2 juta KK ataupun 3,6 juta orang merupakan keluarga karyawan yng bekerja di perusahaan perkebunan, baik swasta ataupun BUMN yng tentunya menikmati penghidupan yng layak akibat benefit serta fasilitas yng diberikan perusahaan tempat orang-orang berkerja. Pengembangan ataupun ekspansi kebun kelapa sawit baru secara berkesinambungan akan bisa atau mampu menyerap tenaga kerja secara sinambung juga. Setiap ha kebun sawit yng telah beroperasi (mature) butuh 0,2 hari kerja orang per hari. Pengertiannya, andai secara nasional mampu mengembangkan kebun baru 400.000 ha per tahunnya, maka minimal jumlah tenaga kerja yng mampu diserap merupakan 80.000 KK per tahunnya. Andai setiap 12 bulan di Indonesia ada sebanyk 200.000 angkatan kerja baru yng masuk pasar tenaga kerja maka sekitar lebih dari 30 % mampu diserap di sector perkebunan kelapa sawit.
Industri kelapa sawit terbukti kebal krisis. Dalam kondisi keuangan global mengalami krisis serta tidak sedikit industry mengalami kebangkrutan, sektor kelapa sawit tetap tegar. Industri yng menghasilkan komoditas bagi atau bisa juga dikatakan untuk bahan makan pokok umat kita-kita, serta belakangan pula menjadi bahan baku energy nabati- yng pula kebutuhan dasar kita-kita, tak akan pernah terpengaruh krisis. Satu-satunya kondisi yng dikhawatirkan merupakan andai berlangsung penurunan harga komoditas, serta bagi perusahaan hal ini merupakan masalah margin yng berkurang. Bagi petani, andai hal yang telah di sebutkan berlangsung maka petani akan mengurangi resiko biaya yang dengannya misalnya, menunda perawatan kebun. Oleh lantaran itu tak ada PHK massal di industry sawit.
Bagi Negara, industry sawit adalah satu dari sekian banyaknya andalan penerimaan Negara, baik melalui banyak sekali bentukpajak serta pendapatan ekspor. Tahun lantas, devisa dari ekspor produk minyak kelapa sawit serta turunannya berharga 15 juta USD. Di tatkala beberapa industry kinerja ekspornya menurun tajam, sektor kelapa sawit cukup stabil dalam hal kinerja ekspornya. Malah, andai dilihat dari total ekspor non migas Indonesia tahun 2008, nilai ekspor produk sawit serta turunannya adalah yng terbesar serta menduduki urutan pertama. Yang dengannya demikian, peran produk sawit serta turunannya mempunyai peran penting dalam struktur neraca perdagangan nasional.
Yng tak kalah penting, kalaupun tak dikatakan yng Amat penting, perkebunan /industry kelapa sawit menjadi pioneer dalam pengembangan wilayah (pedalaman). Tidak sedikit kabupaten baru, malah propinsi baru muncul lantaran daya dorong kemajuan akibat adanya perkebunan kelapa sawit. Sejarah mencatat, bahwasanya kebanykan kota di Sumatra Utara lahir dari kemajuan yng diakibatkan perkebunan. Hayalkan misalnya, pada awal tahun 1990-an pengusaha perkebunan kelapa sawit yng ingin berinvestasi di wilayah Mamuju (dulu:propinsi Sulawesi Selatan) Perlu menempuh perjalanan laut (kapal klothok) dari Donggala menuju pantai Mamuju selama 8 jam serta mendarat di sana yang dengannya membawa banyak sekali perbekalan bagi atau bisa juga dikatakan untuk mengawali kegiatan penanaman. Hari ini, perjalanan menuju areal perkebunan di Mamuju dari Palu mampu di tempuh 3 jam yang dengannya kendaraan beroda empat. Perkebunan kelapa sawit tidak sedikit andil dalam membangun infrastruktur jalan serta jembatan yng mampu dipakai kepentingan umum. Perkebunan kelapa sawit pula membangun sekolah di lingkungan kebun, yng pula mampu bagi atau bisa juga dikatakan untuk warga atau juga bisa dikatakan masyarakat sekitar kebun. Lantaran perkebunan kelapa sawit maka tumbuh pasar, pusat perdagangan serta kegiatan pendukung lain-lainnya. Secara otomatis menimbulkan berkembangnya ekonomi local, supplier local, kontrktor local, dsb. Transaksi karyawan beserta keluarga perkebunan yang dengannya pasar local setiap bulannya cukup besar. Siapa menduga bahwasanya seusai 20 tahun, wilayah areal perkebunan di Mamuju yang telah di sebutkan menjadi kabupaten baru (Kab Mamuju Utara) serta menjadi propinsi baru (Propinsi Sulawesi Barat).
Dari aspek kelestarian lingkungan, perkebunan kelapa sawit menjadi solusi penghutanan kembali (reforestasi) areal/hutan yng gundul serta ataupun terlantar (degraded). Akan susah faktanya, menanami hutan (reboisasi) dalam jumlah besar serta sukses. Namun menanam kelapa sawit dalam satu unit kebun (rata-rata 10.000 ha) dalam setahun merupakan hal yng Amat barangkali, serta lantaran dirawat pasti akan menjadi (hutan) kelapa sawit yng subur. Dari aspek mitigasi emisi gas rumah kaca, kebun kelapa sawit mempunyai kemampuan menyerap karbon (carbon sequestration) yng Amat baik. Carbon stock dari perkebunan kelapa sawit pula lebih baik dari hutan terlantar ataupun hutan sekunder. Yang dengannya demikian neraca karbon perkebunan kelapa sawit tak kalah dibanding hutan rusak ataupun hutan sekunder.
Inikah menjadikan kelapa sawit disebut primadona? Primadona, dalam dunia seni pertunjukan selalu di awasi serta diistimewakan, malah dibayar lebih dari yng lain lantaran menjadi kunci menaikan penonton serta kelangsungan kelompok seni yang telah di sebutkan. Kelapa sawit telah menjadi daya tarik serta memberikan kontribusi besar bagi Negara, namun belum memadai dalam mendapatkan ‘penjagaan’ serta ‘keistimewaan’. Jadi, kelapa sawit belum layak mendapatkan predikat primadona. Wallahu alam.
Oleh Joko Supriyono 15 Oktober 2010

Sumber rujukan dan gambar : http://informasi-kelapasawit.blogspot.com/2012/10/pantaskah-kelapa-sawit-disebut.html.

Seputar Pantaskah Kelapa Sawit Disebut Primadona

Advertisement
 

Cari Artikel Selain Pantaskah Kelapa Sawit Disebut Primadona