Kelapa Sawit Adaah Alternatif Energi Pengganti (biofuel)

- Oktober 03, 2017

Kelapa Sawit Adaah Alternatif Energi Pengganti (biofuel)

 
Industri/perkebunan kelapa sawit adalah satu dari sekian banyaknya sektor unggulan Indonesia serta kontribusinya terhadap ekspor non migas nasional cukup besar. Dalam enam tahun yang terakhir keuntungan rata-rata cenderung terus mengalami peningkatan. Ekspor CPO Indonesia per tahunnya pula menunjukan tren meningkat
Hingga yang dengannya tahun 2005 luas perkebunan kelapa sawit yng tertanam di Indonesia merupakan 5,6 juta ha, yng terdiri dari: perkebunan rakyat 1,9 juta ha, perkebunan pemerintah 0,7 juta ha, serta perkebunan swasta 3, 0 juta ha. Rata-rata pertumbuhan lahan per tahun sebesar 15% ataupun 200.000 ha per tahun. Sementara itu, produksi kelapa sawit Indonesia di tahun 2005 sudah mencapai 17 juta ton meningkat 63,7% dibandingkan tahun 2003 yng mencapai 10,4 juta ton (Ely, 2007)
Sebagian besar lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia terdapat atau terletak di Pulau Sumatera serta Pulau Kalimantan. Yang dengannya adanya rencana pemerintah membangun 850 km perkebunan kelapa sawit di sepanjang perbatasan Indonesia serta Malaysia di Pulau Kalimantan maka pada tahun 2020 diprediksikan luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia akan menjadi 9 juta ha menjadikan share lahan kelapa sawit di Kalimantan naik sebaliknya Sumatera turun (Wakker, E., 2006).
Pengembangan perkebunan sawit di Indonesia di lakukan didasari prinsip-prinsip kesinambungan dimana sebagian besar perkebunan didirikan di atas lahan yng tadinya adalah lahan HPH, tanah kosong ataupun dirubah fungsikan dari lahan yng sebelumnya ditanami karet, kopi ataupun cokelat. Pengembangan lahan perkebunan kelapa sawit pula di lakukan yang dengannya memperhatikan aneka macam faktor semisal undang-undang serta aturan pertanahan, kelangsungan keanekaragaman hayati serta satwa liar, pengaturan pembuangan limbah serta tanggung-jawab ekonomi serta social dari perusahaan pengelola perkebunan.
Produktifitas kebun kelapa sawit di Indonesia masih kalah dibandingkan Malaysia. Hal ini lebih penyebabnya yaitu oleh pemilihan bibit yng tidak lebih baik, system pemupukan yng tidak lebih optimal serta kondisi perkebunan kelapa sawit di Indonesia yng telah tidak sedikit melewati usia produktif akibat keterterlambatan dalam melakukan regenerasi pohon kelapa sawit.
Kedepan, pengembangan industri kelapa sawit nasional Amat prospektif lantaran tatkala ini pemerintah Indonesia tengah menjalankan program pengembangan biofuel (biodisel) yng mempergunakan CPO sebagai bahan bakunya. Yang dengannya demikian kapasitas penyerapan CPO akan jauh lebih besar lagi disamping nilai tambahnya pula akan makin tinggi.
Masalah energi pengganti tatkala ini tengah menjadi perbincangan yng ramai di warga atau juga bisa dikatakan masyarakat. Krisis bahan bakar minyak (BBM) tatkala ini sudah menggugah warga atau juga bisa dikatakan masyarakat bahwasanya Indonesia Amat bergantung pada minyak bumi. Dilihat dari luas daratan dan tanahnya yng relatif subur, Indonesia mempunyai potensi bagi atau bisa juga dikatakan untuk mengembangkan bahan bakar dari tumbuhan ataupun biofuel. Energi pengganti biofuel yng bisa diperbarui bisa memperkuat ketersediaan bahan bakar. Selain itu biofuel pula ramah lingkungan menjadikan mampu menaikan kualitas udara di beberapa kota besar di Indonesia.
Sejumlah penelitian yng di lakukan telah sukses memperlihatkan energi yng diperoleh oleh teknologi ini lebih efesien dari minyak bumi serta relatif lebih ramah lingkungan. Biofuel ini dinilai Amat efesien lantaran mempergunakan bahan-bahan yng melimpah di Indonesia serta bisa diperbaruai. Ketersediaan cadangan bahan bakar ini mampu diatur sesuai yang dengannya kebutuhan menjadikan memberi jaminan kestabilan neraca minyak serta energi nasional. Dua jenis biofuel yng dikembangkan di Indonesia merupakan penggunaan bioethanol yang dengannya produknya gasohol E-10, serta biodiesel yang dengannya produknya B-10.
Pengadaan ethanol bisa di lakukan dari saripati singkong yng bisa ditanam di seluruh wilayah Indonesia, sedangkan bagi atau bisa juga dikatakan untuk pengadaan minyak diesel bisa di lakukan dari pengadaan minyak sawit, minyak buah jarak serta minyak kelapa. Analisa yng di lakukan BPPT menyebutkan bahwasanya harga biodiesel B-10 di warga atau juga bisa dikatakan masyarakat sekitar Rp 2.930 per liternya, ataupun lebih tinggi Rp 160 dari harga bensin yng disubsidi pemerintah. Keuntungannya merupakan pemerintah mampu mengurangi jumlah subsidi yng diberikan ataupun malah menghilang-kan percis sekali, lantaran penambahan Rp 160 dinilai masih mampu diterima oleh warga atau juga bisa dikatakan masyarakat. Hal yng percis pula berlaku pada gasohol E-10 yng mampu dijual pada warga atau juga bisa dikatakan masyarakat yang dengannya harga Rp 2.560. Harga ini pun masih lebih tinggi Rp 160 dari harga premium bersubsidi, akan tetapi keuntungannya merupakan E-10 mempunyai angka oktan 91 yng lebih baik dari premium, serta bisa mengurangi karbonmonoksida yang dengannya signifikan (Anonymous, 2005).
Selain itu keuntungan penggunaan biofuel ini bisa mengatasi pengangguran serta peningkatan kesejahteraan petani. Bagi atau bisa juga dikatakan untuk memproduksi E-10 sebanyk 420.000 kiloliter per tahun diharapkan singkong sekitar 2,5 juta metrik ton. Jumlah ini bisa disediakan yang dengannya penanaman singkong pada lahan seluas 91.000 hektare (ibid). Jumlah lahan ini masih bisa disediakan tanpa Perlu membuka hutan-hutan semisal dalam pengadaan batu bara serta minyak bumi, lantaran masih tidak sedikit lahan tidur yng tak terpakai. Hal yng percis pun mampu di lakukan bagi atau bisa juga dikatakan untuk pengadaan minyak sawit, kelapa, serta jarak.
Sebagai bahan bakar cair, biodiesel Amat gampang dipakai serta bisa langsung dimasukkan ke dalam mesin diesel tanpa butuh memodifikasi mesin. Selain itu, bisa dicampur yang dengannya solar bagi atau bisa juga dikatakan untuk menghasilkan campuran biodiesel yng ber-cetane lebih tinggi. Mempergunakan biodiesel bisa menjadi solusi bagi Indonesia bagi atau bisa juga dikatakan untuk mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar solar.Biodiesel pun telah terbukti ramah lingkungan lantaran tak memiliki kandungan sulfur (Anonymous,2008)
Penelitian perihal bahan bakar pengganti telah di lakukan di tidak sedikit negara, semisal Austria, Jerman, Prancis, serta AS. Negara ini mengembangkan teknologi biodiesel yang dengannya mempergunakan serta memanfaatkan tanaman yng berbeda-beda. Negara Jerman memakai minyak dari tumbuhan rapeseed, AS mempergunakan tanaman kedelai, sedangkan bagi atau bisa juga dikatakan untuk Indonesia tanaman yng paling potensial merupakan kelapa sawit (Akhairuddin, 2006: 42)
Di beberapa negara lain, bagi atau bisa juga dikatakan untuk mendukung pemakaian biodiesel serta bioethanol, pemerintahnya mengeluarkan kebijakan pemberian insentif. Pemerintah Austria serta Australia mengeluarkan kebijakan kemudahan bagi atau bisa juga dikatakan untuk membangun pabrik biofuel , menjadikan pengusaha pun tertarik bagi atau bisa juga dikatakan untuk membangun industri bahan bakar pengganti. Malah di Swedia, harga bioethanol BE-85 (85% ethanol serta 15% bensin) dipatok lebih murah 25% daripada bahan bakar konvensional (Akhairuddin, 2006: 55).
Indonesia mampu belajar dari Brasil yng secara serius mengembangkan teknologi bahan bakar biofuel. Malah pabrikan kendaraan beroda empat pun Amat antusias bagi atau bisa juga dikatakan untuk mengembangkan teknologi pendukungnya. Misalnya Toyota mulai memindahkan perhatiannya pada pasar kendaraan beroda empat berbahan bakar bensin gasohol bagi atau bisa juga dikatakan untuk Brasil.

Sumber rujukan dan gambar : http://informasi-kelapasawit.blogspot.com/2012/11/kelapa-sawit-sebagai-alternatif-energi.html.

Seputar Kelapa Sawit Adaah Alternatif Energi Pengganti (biofuel)

Advertisement
 

Cari Artikel Selain Kelapa Sawit Adaah Alternatif Energi Pengganti (biofuel)