Gapki Menuntut Penghapusan Moratorium Pemberian Izin Baru

- September 07, 2017

Gapki Menuntut Penghapusan Moratorium Pemberian Izin Baru

 
Desember 2012 lantas, GAPKI menuntut penghapusan moratorium Pemberian Izin Baru serta Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer serta Lahan Gambut. Alasannya, kebijakan yang telah di sebutkan Amat menghambat pertumbuhan ekonomi nasional. Tuntutan GAPKI cukup bikin cemas para pemerhati REDD+ di Indonesia. Kalau pengusaha menolak bergandeng tangan, bisa-bisa cerita REDD+ tidak jauh dari perdebatan kenaikan upah buruh.
Ketiga pembicara (ki-ka) Jefri Gideon, Heru Prasetyo, serta Mubariq Ahmad didampingi moderator Wimar Witoelar

Moratorium izin baru pemanfaatan lahan itu sendiri sudah berlaku selama 2 tahun di bawah Instruksi Presiden Nomor 10/2011. “Inpres ini akan berakhir 20 Mei mendatang. Dan belum ada kepastian dari Presiden Yudhoyono,” kata Sita Supomo, Program Director of Sustainable Development Governance Kemitraan dalam temu “Moratorium Hutan untuk Tata Kelola Hutan yang Lebih Baik” (19/3). Maka, sebelum terlambat, sejumlah pemerhati REDD+ mengemukakan rekomendasi supaya pemerintah memperpanjang jangka waktu moratorium menjadi 5 tahun.
Ketua Kelompok Kerja Seni manajemen Nasional REDD+, Mubariq Ahmad menegaskan perlunya perpanjangan moratorium. “Kenapa perlu diperpanjang? Karena sistem tata kelola baru pemberian izin pemanfaatan lahan belum siap,” ujarnya. Ia menilai, moratorium efektif mengurangi deforestasi sekalian menaikan luasan tutupan hutan primer serta lahan gambut.
Keadaannya kini, luas lahan sawit yng aktif berproduksi merupakan 9,4 juta hektar. Itu data dari pemerintah. Dibandingkan yang dengannya data lembaga sosial Sawit Watch, luas lahan sawit aktif malahan lebih besar. “Versi Sawit Watch, kebun sawit di Indonesia sampai melebihi 12 juta hektar. Produktivitasnya 25,2 juta ton per tahun, sedangkan konsumsi dalam negeri hanya 6 juta ton,” terperinci Koordinator Sawit Watch, Jefri Gideon. Sisanya diserap oleh pasar luar negeri.
Industri hulu semisal perkebunan kelapa sawit sebenarnya masih memiliki kandungan nilai tertinggi. “Nilainya paling tinggi karena butuh investasi dan lahan besar-besaran,” ungkap Mubariq. Trennya, value tanah pasti naik terus. Maka, perusahaan berlomba-lomba membeli tanah. “Ada yang beli dengan motif spekulasi sehingga menjadi land banking,” lanjutnya. Pendapat dari Mubariq, dari sekian tidak sedikit perusahaan sawit, baru 1 yng bergerak di industri hilir.
Akan tetapi, benarkah perusahaan besar pasti bersikap negatif terhadap moratorium? Taipan Grup Triputra, Theodore Permadi Rachmat, pernah memuji langkah yng diambil Menteri Zulkifli Hasan ini. “Kementerian yang sekarang sudah bagus. Kebijakan moratorium konversi hutan merupakan langkah baik yang dilakukan Menteri Zulkifli Hasan,” ujarnya pada SWA dalam suatu wawancara khusus (4/2).
Pengertiannya, tak mustahil perusahaan menyesuaikan gerak usaha yang dengannya penerapan REDD+ ke depannya. Apalagi, pertumbuhan perkebunan sawit serta pertambangan tak akan terhambat perpanjangan moratorium. “Izin tambang yang aktif masih cukup banyak. Di samping itu, masih ada 4 juta hektar lahan sawit baru yang paling cepat selesai ditanami dalam 10 tahun ke depan,” tegas Mubariq membuat yakin. (EVA)

Sumber rujukan dan gambar : http://informasi-kelapasawit.blogspot.com/2013/03/gapki-menuntut-penghapusan-moratorium.html.

Seputar Gapki Menuntut Penghapusan Moratorium Pemberian Izin Baru

Advertisement
 

Cari Artikel Selain Gapki Menuntut Penghapusan Moratorium Pemberian Izin Baru