Pengelolaan Kelapa Sawit Berpedoman Ispo

- Agustus 03, 2017

Pengelolaan Kelapa Sawit Berpedoman Ispo

 
DALAM lima tahun yang terakhir, berlangsung pergeseran pasar (market) minyak nabati dunia, dari sebelumnya didominasi konsumsi minyak kedelei yng diproduksi di negara maju (Eropa) menjadi minyak sawit yng diproduksi di negara berkembang (Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Nigeria, Ghana dll). Dari sisi suplai tahun 2007, pasokan produksi Indonesia menjadi yng terbesar (44%) menggeser pasokan Malaysia (41%) bagi atau bisa juga dikatakan untuk konsumsi minyak sawit dunia.Harga minyak mentah (crude oil) yng naik di luar perkiraan pula membuat minyak sawit selalu menjadi pembicaraan menjadi substitusi dalam bentuk biofuel.
Data-data yang telah di sebutkan mengukuhkan bagaimana strategisnya komoditi kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) dalam perekonomian Indonesia salah satunya Provinsi Sumut.
Provinsi ini dalam sejarahnya merupakan daerah yng pertama sekali (tahun 1911) mengelola komoditi kelapa sawit dikelola secara komersial/industri dari sebelumnya yng cuma berupa tanaman hias di Kebun Raya Bogor. Saat ini, ataupun 100 tahun lantas hampir di seluruh kabupaten di Sumut tersebar perkebunan kelapa sawit berupa perkebunan rakyat (408.699 Ha), perkebunan swasta (342.954 Ha) serta perkebunan negara/BUMN (296.093 Ha).
Data-data yng bersumber dari Dr Tungkot Sipayung dalam bukunya “Perkebunan Kelapa Sawit dalam Perekonomian dan Lingkungan Hidup Sumatera Utara” bahwasanya, di Sumut berlangsung peningkatan pangsa ekspor kelapa sawit serta turunannya dari cuma sekitar 30% pada tahun 2000 menjadi 49% pada tahun 2009 dari total ekspor Sumut. Malah tahun 2008 kontribusi “agribisnis kelapa sawit” pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumut mencapai 70%.
Jenis pekerjaan di perkebunan yng bersifat padat karya pun Amat membantu penyerapan tenaga kerja di Sumut yang dengannya struktur tenaga kerja yng masih didominasi pendidikan rendah. Maka pemilihan tema “Sawit Sahabat Rakyat” oleh GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) pada semarak memperingati 100 tahun kelapa sawit beberapa waktu lantas, Amat tepat serta menjadi komitmen bersama mewujudkannya.Serta kini, yng penting merupakan bagaimana menaikan kredibilitas produk sawit dari sisi pengelolaan system keberlanjutan (sustainaibility). Seiring itu, beberapa tahun lantas, diperkenalkan prinsip serta kriteria RSPO (Roundtable Sustainable Palm Oil). Puluhan perusahaan di Indonesia mendapatkan sertifikasi itu meskipun sifat pemenuhan RSPO merupakan sukarela (voluntary).
RSPO merupakan standar yng dibuat didasari kemufakatan/roundtable para pemangku kepentingan semisal konsumen, produsen serta LSM lingkungan internasional. RSPO yng bersekretariat di Kuala Lumpur ini menjadi wadah komunikasi para pihak berkepentingan bagi atau bisa juga dikatakan untuk menyamakan persepsi wacana konsep keberlanjutan (sustainability).
Pedoman ISPO
Dalam launching ISPO di Medan satu tahun lantas, pemerintah menekankan bahwasanya Sertifikasi ISPO bukanlah bagi atau bisa juga dikatakan untuk mengganti/menyaingi Sertifikasi RSPO. Prinsip serta kriteria ISPO muncul menjadi inisiatif dari pemerintah atas kesadaran/deklarasi bahwasanya pengelolaan sumberdaya alam salah satunya perkebunan kelapa sawit Perlu di lakukan secara berkelanjutan (sustainable).
Dalam hal terbitnya pedoman ISPO, Menteri Pertanian menyatakan menjadi amanat konstitusi UUD pasal 33 ayat 3, bahwasanya perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi yang dengannya prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, dan yang dengannya melindungi keseimbangan kemajuan serta kesatuan ekonomi nasional.
Secara garis besar, pedoman ISPO didasarkan pada 4 hal, yakni kepatuhan hukum, kelayakan bisnis, pengelolaan lingkungan serta hubungan sosial yng dirumuskan dalam prinsip prinsip menjadi berikut: 1) system perijinan serta manajemen perkebunan; 2) penerapan pedoman teknis budi daya serta pengolahan kelapa sawit; 3) Pengelolaan serta pemantauan lingkungan; 4) tanggungjawab terhadap pekerja; 5) tanggung jawa sosial serta komunitas; 6) pemberdayaan ekonomi warga atau juga bisa dikatakan masyarakat; 7) peningkatan bisnis secara berkelanjutan. Ketujuh prinsip itu dirinci ke dalam 27 kriteria serta 117 indikator yng lengkap nya bisa dilihat pada Permentan No 19/2011.
Di tidak sedikit perkebunan negara serta swasta besar, didasari pengalaman kami pemenuhan terhadap prinsip yang telah di sebutkan telah relatif memadai kecuali dalam beberapa kriteria, yakni mekanisme penanganan sengketa lahan serta kompensasi, mekanisme pemberian berita, pelestarian keanekaragaman hayati (biodiversity), identifikasi daerah yng memiliki nilai konservasi tinggi (NKT), mitigasi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) serta realisasi tanggung jawab sosial perusahaan. Tengah bagi atau bisa juga dikatakan untuk prinsip-prinsip lain-lainnya cuma butuh perbaikan dokumentasi supaya pemenuhan buktinya bisa ditunjukkan serta konsisten.
Persiapan Sertifikasi ISPO
Semisal pula sistem-sistem lain semisal ISO 9000, 14000 serta SMK3, sebelum mengajukan sertifikasi, butuh melakukan pembenahan di internal perusahaan. Langkah-langkah yng bisa dipakai merupakan: Pertama) melakukan pelatihan pemahaman prinsip serta kriteria ISPO kepada beberapa staf yng dipersiapkan menjadi tim internal;Kedua) para personal yng terlatih melakukan analisa kesenjangan (Gap Analysis) bagi atau bisa juga dikatakan untuk menguji tingkat pemenuhan perusahaan terhadap ISPO pada tahap awal; Ketiga) perusahaan melakukan perbaikan didasari prioritas yng ditetapkan.
Keempat), sesudah perbaikan dianggap telah memenuhi, perusahaan mengajukan sertifikasi kepada badan sertifikasi sesuai pilihannya. Ruang lingkup yng disertifikasi merupakan kebun sendiri serta pabrik kelapa sawit (PKS), perusahaan berkewajiban mensosialisasikan ISPO kepada para pemasok TBS dari perkebunan lain andai mendapatkan TBS selain kebun sendiri. Masa sertifikat ISPO berlaku selama 5 tahun sebelum di lakukan penilaian ulang (re-assesment) serta sekali dalam setahun di lakukan audit pengawasan (survailance).
Akhirnya, yng menjadi kunci utama suksesnya implementasi ISPO ini merupakan komitmen pemilik/top manajemen perkebunan. Seni manajemen yang telah di sebutkan di atas cuma mampu berjalan efektif andai pemilik/top manajemen memiliki komitmen penuh bagi atau bisa juga dikatakan untuk memenuhi ISPO. Maka ke depan kita yang dengannya bangga mengujarkan kepada dunia bahwasanya seluruh minyak sawit Indonesia merupakan minyak sawit lestari, perkebunan minyak sawit yng dikelola yang dengannya mematuhi hukum, melaksanakan praktek perkebunan paling baik dan memperhatikan lingkungan serta sosial.
Ujian sebenarnya program ini tetap pada penerimaan pasar (market acceptance), beberapa tahun ke depan kita akan melihat respon konsumen terhadap konsep pengelolaan kelapa sawit berkelanjutan yng diprakarsai Indonesia ini.(Oleh: Henry Marpaung)
Penulis merupakan pengajar di sekolah perkebunan serta auditor ISPO pada Badan Sertifikasi Nasional. Tinggal di MedanSumber: Medan Usaha http://www.medanbisnisdaily.com


Sumber rujukan dan gambar : http://informasi-kelapasawit.blogspot.com/2012/10/pengelolaan-kelapa-sawit-berpedoman-ispo.html.

Seputar Pengelolaan Kelapa Sawit Berpedoman Ispo

Advertisement
 

Cari Artikel Selain Pengelolaan Kelapa Sawit Berpedoman Ispo