Bisnis Kebun Sawit Makin Sempit | Peluang Budidaya Kelapa Sawit

- Juli 11, 2017

Bisnis Kebun Sawit Makin Sempit | Peluang Budidaya Kelapa Sawit

 
Sentimen negatif sepertinya belum beranjak dari emiten perkebunan. Di artikel ini informasi tidak baik datang dari Kementerian Pertanian (Kemtan) yng merilis revisi Aturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 26/2007 wacana Pedoman Perizinan Bisnis Perkebunan.
Beleid yng mengatur pembatasan kepemilikan lahan ini akan disahkan akhir April 2013. Kelak, setiap holding perusahaan perkebunan cuma bisa mempunyai lahan maksimal 100.000 hektare (ha). Peraturan sebelumnya, pembatasan kepemilikan 100.000 ha cuma berlaku bagi atau bisa juga dikatakan untuk satu perusahaan saja.
Analis Mega Capital Indonesia, Arief Fahruri mengujarkan, pembatasan ekspansi lahan ini terperinci berdampak negatif bagi emiten kelapa sawit. Maklum, ketersediaan lahan adalah satu dari sekian banyaknya ukuran penting dalam usaha kelapa sawit. Beleid ini mampu membuat prospek pertumbuhan jangka panjang emiten sawit akan terhambat. Namun, Arief menilai, peraturan ini lebih memberikan dampak signifikan bagi emiten yang dengannya lahan kecil.
Sementara, emiten yang dengannya lahan luas masih mampu melindungi pertumbuhan yang dengannya beberapa taktik. Misalnya, yang dengannya meremajakan tanaman atau juga replanting. Ataupun mampu pula yang dengannya menanam sawit di lahan yng belum tergarap.
Arief memberikan catatan, emiten yng mempunyai cadangan lahan luas diantaranya PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI). Selain itu grup Indo Agri semisal PT London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) serta PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP). Ada pula grup PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO).
Sedangkan, emiten yng mempunyai cadangan lahan kecil semisal PT BW Plantation Tbk (BWPT) serta PT Provident Agro Tbk (PALM).
Tak berlaku surut
Revisi Permentan sendiri tak berpengaruh pada emiten yng telah lama berbisnis kelapa sawit. Karena, kebijakan ini tak berlaku surut.
Jadi, grup perusahaan yng sebelumnya telah mempunyai lahan di atas 100.000 ha tak Perlu menjual asetnya. Analis OSK Securities, Yuniv Trenseno menuturkan, emiten yang dengannya lahan besar pula diuntungkan yang dengannya kenaikan harga lahan yng signifikan.
Yuniv lebih menyenangi SGRO yng mempunyai cadangan lahan luas. Anak bisnis milik Grup Sampoerna ini mempunyai total lahan 222.000 ha.
Dari luas yang telah di sebutkan, seluas 115.000 ha telah tertanam, 47.000 ha lahan masih berstatus siap tanam. Sisanya, seluas 60.000 ha belum terperinci penggunaannya.
Beda halnya yang dengannya BWPT yng cuma mempunyai cadangan 42.000 ha lahan dari total keseluruhan milik BWPT seluas 102.000 ha. "Perusahaan baru akan lebih sulit tumbuh jika aturan ini diterapkan," ujar Yuniv.
Analis Danareksa Sekuritas, Helmy Kristanto bilang, tanpa peraturan pembatasan lahan, ekspansi emiten sawit sebetulnya telah melambat. Apalagi, biaya penanaman serta pembebasan lahan makin tidak murah. Desakan organisasi lingkungan memberikan batas ekspansi lahan pun mulai diperhatikan internasional.
Lantaran biaya tanam tidak murah, BWPT cuma menargetkan menanam lahan baru seluas 4.000 ha di tahun ini. Padahal, BWPT biasa menanam seluas 10.000 ha - 13.000 ha per tahun. Begitu pula yang dengannya AALI yng sejak tiga tahun yang terakhir cuma menanam 5.000 ha per tahun. Padahal, AALI biasa menanam sampai-sampai 22.000 ha per tahun.
Pendapat dari Arief, beleid pembatasahn lahan ini mampu saja gagal. Karena, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) bakal menggugat peraturan yang telah di sebutkan. Permasalahan sejenis pernah berlangsung pada industri perkebunan karet. Tatkala itu, pemerintah ingin memberikan batas lahan karet yang dengannya membuka areal hutan namun peraturan susah di lakukan.

Sumber rujukan dan gambar : http://informasi-kelapasawit.blogspot.com/2013/04/bisnis-kebun-sawit-makin-sempit.html.

Seputar Bisnis Kebun Sawit Makin Sempit | Peluang Budidaya Kelapa Sawit

Advertisement
 

Cari Artikel Selain Bisnis Kebun Sawit Makin Sempit | Peluang Budidaya Kelapa Sawit