Asosiasi Petani Sawit Dukung Kewajiban Bangun Kebun Plasma

- September 11, 2017

Asosiasi Petani Sawit Dukung Kewajiban Bangun Kebun Plasma

 
MEDAN – Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia mendukung penuh revisi peraturan perkebunan lebih-lebih luas, perizinan, serta kewajiban perusahaan bagi atau bisa juga dikatakan untuk membangun kebun plasma.
Sekjen Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Asmar Arsjad menegaskan telah sejak lama Apkasindo menginginkan adanya revisi terhadap Permentan No. 26/2007 mengenai Pedoman Perizinan Bisnis Perkebunan.
“Selama ini batasan areal 100.000 hektare tidak berlaku untuk investor asing, sehingga perkebunan di Indonesia dirajai oleh investor dari Singapura dan Malaysia. Karena pembatasan yang dibuat pada Permentan 100.000 hektare untuk setiap provinsi,” ujarnya menjawab Usaha, Kamis (4/4).
Sebelumnya Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan mengujarkan Kementerian Pertanian serta Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan serta Pengendalian Pembangunan (UKP4) sudah merampungkan draf final bagi atau bisa juga dikatakan untuk revisi permentan No. 26/2007.
Pendapat dari Asmar asosiasi yng dipimpinnya telah pernah mengajukan surat kepada UKP4 supaya secepatnya merevisi Permetan No. 26 Tahun 2007 khususnya penguasaan lahan perkebunan, perizinan, serta kewajiban perusahaan bagi atau bisa juga dikatakan untuk membangun kebun plasma.
Kalau draf revisi yang telah di sebutkan telah rampung, paparnya, sebaiknya cepat diteken, menjadikan tak dipengaruhi oleh para pemain perkebunan skala besar yng ingin menguasai lahan perkebunan di Indonesia.
Pedoman luasan perkebunan yng terbatas per group perusahaan yng masih memiliki keterkaitan yang dengannya pemegang saham sebuah perusahaan patut didukung seluruh pihak.
“Kalau perlu perkebunan sawit untuk asing ditutup saja, sehingga areal yang tersisa diperuntukkan kepada petani,” tuturnya.
Khusus mengenai perizinan yng mengharuskan rekomendasi dari Dirjenbun, pendapat dari Asmar, pula tepat lantaran seusai otonomi daerah bupati suka-suka hati bagi atau bisa juga dikatakan untuk memberikan perizinan kepada kelompok bisnis tertentu tanpa mengindahkan peraturan yng lebih tinggi.
“Raja-raja kecil di daerah mengabaikan aturan yang lebih tinggi, sehingga menimbulkan tumbang tindih lahan perkebunan di daerah,” tuturnya.
Lantas, paparnya, soal kewajiban perusahaan yng memperoleh izin bisnis perkebunan (IUP) mengalokasikan lahan 20% bagi atau bisa juga dikatakan untuk kebun plasma sebetulnya telah tidak jelek alias bagus, akan tetapi dalam implementasinya di lapangan tidak lebih memperoleh pengawasan dari pemerintah.
“Coba Anda perhatikan dan lihat di lapangan. Seberapa banyak perusahaan perkebunan yang memenuhi ketentuan tersebut? Apalagi perkebunan asing, tidak ada yang memenuhi kewajiban mengalokasikan 20% lahan untuk plasma. Jadi, dalam hal ini pengawasannya harus dipertegas dan sanksi kepada perusahaan perkebunan yang tidak memenuhi kewajibannya diperberat,” tuturnya.
Dia mencontontohkan andai perusahaan tak mengalokasikan arealnya bagi atau bisa juga dikatakan untuk plasma, maka izin bisnis perkebunannya dicabut ataupun kebunnya disita serta dibagikan kepada petani sesuai peraturan yng berlaku.
“Kalau sanksinya tidak tegas, maka kewajiban membangun perkebunan plasma hanya indah bagus di atas kertas,” tuturnya.
Asmar mengusulkan hal yng lebih ekstrem dalam revisi peraturan perkebunan yang telah di sebutkan.
“Sebaiknya perusahaan asing jangan lagi diberikan IUP karena lahan yang tersedia semakin sempit, sedangkan penduduk Indonesia semakin bertambah. Jadi yang dikembangkan di Indonesia adalah perkebunan skala kecil yang mengalokasikan lahan untuk petani minimal 25 hektare untuk satu kepala keluarga,” tandasnya. (esu)

Sumber rujukan dan gambar : http://informasi-kelapasawit.blogspot.com/2013/04/asosiasi-petani-sawit-dukung-kewajiban.html.

Seputar Asosiasi Petani Sawit Dukung Kewajiban Bangun Kebun Plasma

Advertisement
 

Cari Artikel Selain Asosiasi Petani Sawit Dukung Kewajiban Bangun Kebun Plasma